Kamis, 24 Juni 2010

Bahagian V

Keadaaan negeri Huta Bayu terasa sepi dengan mangkatnya baginda raja dengan permaisurinya. Istana kerajaan nampak suram karena tuan puteri selalu bersedih dan menanngis, teringat kepada ayah dan bundanya. Sudah sebulan berlalu, seluruh anggota istana mulai memikirkan siapakah yang diangkat untuk menggantikan baginda raja sebagai pucuk pimpinan pemerintahan di negeri itu. Maka diadakan sidang pembesar-pembesar istana. Sangat sulit nampaknya di dalam persidangan itu menentukan pengganti raja, karena seluruh rakyat sudah sangat mencintai akan keadilan dan kebijaksanaan selama baginda raja Margolang memerintah. Untuk pemilihan ini tidak ada jalan lain yaitu memilih puteri raja boru Margolang sebagai pengganti ayahandanya. Puteri raja Margolang hanyalah satu-satunya anak dari baginda raja. Belum pernah seorang perempuan menjadi raja, tapi apa boleh buat, baginda tidak mempunyai anak laki-laki. Jika dipilihpun dari saudara laki-laki raja Margolang, tidak ada yang sanggup menggantikannya. Dengan keputusan yang bulat seluruh pembesar istana untuk memilih tuan puteri. Maksud mereka ini disampaikan kepada tuan puteri. Tuan puteri belum dapat memutuskan permintaan dari para pembesar istana, karena beliau belum lagi mendapat ketenangan hati.
Pada suatu malam tuan puteri bermimpi, ayahanda dan ibundanya datang kepadanya. Bukan main puas rasa hati sang puteri dapat berjumpa dengan kedua orang tuanya. Dalam mimpinya itu ayahandanya meminta agar sang puteri menerima permintaan para pembesar itu, dan dalam mimpinya itu ayahandanya meminta agar sang puteri mengatakan akan tetap mendampingi sang puteri dalam menjalankan pemerintahan di negerinya. Sebagai ganti kedua orang tuanya , maka disuruhlah tuan puteri mencari ayam merah. Kalau ayam merah ini telah dapat lalu dimandikan dengan air bunga maka nanti roh kedua orang tuanya akan masuk kedalam tubuh ayam itu. Itulah sebagai peliharaan dan permainan sang puteri. Kebiasaan memelihara binatang ini disebut "togas" Apabila togas ini tidak dipelihara maka mambang ini akan mengamuk dan mendatangkan kesusahan bagi keturunan di belakang hari.
Setelah tersentak dari mimpinya, tuan puteri membangunkan mak inang pengasuh dan menceritakan tentang mimpinya itu. Pendapat mak inang agar sang puteri menuruti segala apa yang diceritakan dalam mimpinya itu. Setelah hari siang sang puteri menceritakan juga mimpinya kepada pembesar istana. Bukan main besar hati mereka karena pilihan mereka jatuh kepada sang puteri itu tidak meleset.
Keesokan harinya dipukullah canang untuk memberitahukan kepada seluruh rakyat di negeri itu tentang penabalan sang puteri raja Margolang menjadi raja pengganti raja Margolang. Seluruh rakyat mendengar berita itu merasa suka cita, karena tuan puteri selain rupanya yang cantik juga hatinya baik. Penabalan itu dilaksanakan selama tujuh hari tujuh malam. Oleh sang puteri diperintahkan kepada pengawal istana untuk memanggil nelayan yang ada di Pasombahan untuk mengadakan hiburan pada hari penabalan itu.
MMendapatkan panggilan sang puteri raja yang merupakan penghormatan yang tinggi sekali bagi ketiga nelayan itu. Berangkatlah segera ketiga nelayan itu menuju istana di Huta Bayu. Selama tujuh hari tujuh malam ketiga nelayan itu menghibur dengan tiada rasa letihnya. Tanpa adanya sang puteri mungkin hidup mereka tetap menjadi yang melarat, itulah makanya mereka sangat berhutang budi kepada sang puteri raja sehingga permintaan puteri tak dapat ditolak. Setelah habis masa penabalan itu, ketiga nelayan tersebut mohon diri untuk kembali ke Pasombahan. Tapi maksud mereka terpaksa di urungkan karena tuan puteri meminta mereka menetap di istana, sewaktu-waktu dapat menghibur hati sang puteri jikalau dalam keadaan bersedih hati.
Suatu hari sang puteri sedang bersama-sama mak inang pengasuh berkatalah sang puteri kepada mak inang" ..mak inang, jika nanti ananda tiada lagi di dunia ini, tentu mak inang juga akan merasa sedih sebagaimana perasaanku ini selama ditinggalkan ayah dan bunda" mak inang merasa terkejut mendengar perkataan sang puteri. ."Janganlah tuan puteri berkata begitu, nasib kita belum tentu lagi, entah mak inanglah yang dulauan mati" "Tidak mak inang , ada firasat datang kepadaku bahwa ananda akan berpisah dengan mak inang. Kalau ananda sudah tidak ada lagi dan mak inang sangat rindu kepada ananda, karena sedihnya mak inang bisa jatuh sakit. Apabila mak inang nanti sakit kuat, suruhlah ketiga nelayan itu meng-andungkan lagu yang sedih itu dan menari-nari di dekat mak inang. Buatlah acara itu pesta besar-besaran penuh dengan hiasan dan taman di dalam ruangan tempat mak inang, nanti roh ananda akan masuk ke tubuh mak inang, mak inang akan menjadi pawang besar yang dapat mengobati berbagai macam penyakit. Tapi kalau mak inang tidak melaksanakannya paling tidak setahun sekali, roh saya nanti akan penasaran dan akan mengganggu anak cucu mak inang sampai tujuh turunan"
Mendengar pesan tuan puteri itu, mak inangpun berkata " mak inang akan selalu ingat akan pesan ananda itu, jangankan seperti kata tuan puteri,memasuki lautan api pun mak inang bersedia"
Berita adanya seorang raja perempuan yang memerintah di negeri Huta Bayu dan kecantikan tuan puteri itu menyebar kemana-mana. Konon adalah seorang raja yang berpengaruh sangat besar, dan mempunyai laskar yang sangat kuat. Berita kecantikan tuan puteri itupun sampai terdengar ole beliau. Maka inginlah beliau menyunting bunga yang indah di Huta Bayu itu. Maka dikirimkanlah utusan untuk meminang tuan puteri dengan mahar yang sangat banyak dan mahal-mahal. Utusan itupun berangkatlah diiringi pengawal yang sagat banyak. Begitu utusan itu sampai di istana Huta Bayu, langsung mereka memasuki istana dengan sombongnya. Pinangan itu di sampaikan kepada tuan puteri Boru Margolang, mendengar maksud mereka itu, tuan puteri boru Margolang serta merta menolak dan tidak ingin di peristri oleh raja yang sombong itu. Penolakan yang tiba-tiba saja di ucapkan oleh puteri itu memuat kemarahan dari utusan itu.Segera diperintahkannya seluruh pengawalnya untuk menangkap sang puteri raja Margolang dan membunuh semua orang-orang di dalam istana. Tuan puteri di tarik secara paksa agar naik ke dalam perahu tempat mahar-mahar yang telah disediakan itu. Kemudian istana kerajaan Huta Bayu dibakar mereka.
Melihat keganasan mereka itu, sang puteri memanggil-manggil mambang dari kedua orang tuanya. Begitu perahu itu baru saja mulai bergerak, tiba-tiba datanglah angin puting beliung sangat kencangnya. Perahu mereka berputar-putar di pusing oleh angin kencang itu, akhirnya semua perahu-perahu itu tenggelam kedasar sungai. Sang puteri juga ikut tenggelam bersama-sama mahar pinangan itu.
Mak inang beserta ketiga nelayan itu melihat para pengawal raja yang barusan datang ke istana itu membunuhi semua orang-orang di dalam istana itu, selekas mungkin mereka berempat menghindarkan diri dan melarikan diri keluar istana dan bersembunyi sambil memperhatikan kejadian apa yang akan menimpa diri sang puteri. Begitu melihat perahu sang puteri tenggelam kedasar sungai, menjeritlah mak inang sekuat-kuatnya dan akhirnya jatuh pingsan tidak sadarkan diri. Setelah mak inang sadar terasa lemah sekujur tubuhnya serasa lumpuh dan tidak dapat digerakkan lagi. Tempat kejadian tenggelamnya sag puteri itu menurut legenda rakyat masih ada yaitu tempat air yang berputar. Tempat ini sekarang dinamai "Lok Putar" atau " Ulak Putar" . Terletak di hulu sungai Asahan dekat Huta Bayu di daerah Bandar Pulau.
Hancur hati mak inang mengenangkan nasib sang puteri yang malang itu, sehingga mak inang jatuh sakit dan dan sangat parah kelihatannya. Ketiga nelayan itu mendirikan pndok untuk tempat tinggal mereka , mereka juga berusaha mencarikan dukun yang dapat mengobati penyakit mak inang. Dukun itupun datanglah ke pondok mereka dan meminta ramuan yaitu :kunyit, pisau, kapur sirih dan perapian (dupa). Kunyit itu di belah dua, lalu di bacakan mantra (jampi-jampi) kemudian di simbang berulang kali. Setela selesai menyimbang-nyimbang kunyit itu, iapun mengatakan bahwa mak inang bukanlah keteguran roh, melainkan ada suatu niat dari mak inang yang belum tersampaikan.
Si Haluan salah seorang dari ketiga nelayan itu lalu menannyakan kepada mak inang, apakah beliau mempunyai niat akan sesuatu?Mak inang lama berpikir tentang niat yang dimaksudkan mereka itu. Akhirnya barulah di ingatnya pesan sang puteri tentang pengobatan yang harus dilaksanakan oleh ketiga nelayan itu. Mendengar permintaan yang berasal dari pesan sang puteri raja, maka dengan senang hati ketiga nelayan itu melaksanakan acara pengobatan itu, tidak obahnya merupakan pesta besar-besaran. Dipanggillah beberapa orang penduduk lainnya untuk membantu mereka membuatkan hiasan dari daun kelapa yang dibentuk berbagai macam, seperti udang-udangan, lipan-lipanan, burung-burungan dan bunga-bungaan. Di dalam ruangan itu merupakan taman yang indah sekali, serta lengkap dengan ayun-ayunan. Juga berbagai macam makanan di masak, lengkap dengan kue-kuenya. Penduduk sekitar rumah itu mulai berdatangan.
Acara pengobatan itupun dimulai, si Timba Ruang mulailah memukul gendangnya, si Haluan meniup bangsi dan si Buritan mulailah bernyanyi dengan suara yang nyaring, erkuandanglah lagu "didong, aloban condong dan sinandong yang memukau pengunjung dan rasanya naik bulu tengkuk mereka endengarkan syair lagu Sinandong itu sebagai berikut :

Ooooooooiiiiiiiiiii, tuan intan payung ooooooiiiiiiiiiii
kurambah hutan menjadi kampung
kampung ku pupuk jadi negeri
kan tempat semayan si tuan puteri
kan kabarkan orang dari muara.........................

Namun alangkah sakit tuan oooooooooooooiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiinasib kami ini,
asyik memuja si tuan puteri
puteri terkurung dalam istana
istana di kota ada tuannya....................

Kemudian menyusul pula tari Patam-patam dan diteruskan dengan tari Gubang. Ketika tari Gubang itu di tarikan secara tak disangka-sangka mak inang dapat bangkit lalu mengambil mayang pinang yang masih terbungkus , dan ikut pula menari sambil membuai-buai mayang itu seperti membuai anak kecil layaknya, bersama-sama si Buritan. Mak inang meminta agar piring berisi beras tiga warna, bertih, tepak sirih, perasapan dan kemenyan , jeruk perut. 7, batang lilin damar dinyalakan, ember berisi air, sebotol minyak wangi, 9 buah gobuk (periuk tanah) disediakan dengan cepat karena puteri dari 7 lautan akan tiba.
Kesembilan gobuk itu disusun teratur , tari gubang terus saja berlangsung dan mak inang kembali lagi meneruskan tarinya sambil meniti gobuk satu persatu, tiada satupun diantara gobuk itu yang pecah. Setelah selesai meniti gobuk, mak inang memukulkan tapak tangannya kemayang itu sehingga berderailah mayang itu. Asap kemenyan mulailah mengepul di sekitar ruangan itu, bertih dan beras tiga warna ditaburkan. Mak inang memukul-mukulkan mayang dan mencelupkan kedalam ember yang berisi air serta merinjis keempat penjuru ruangan, dan meminta agar lagu Sinandong kembali dinyanyikan. Begitu lagu Sinandong berkumandang, iapun berlari menuju ke buaian yang telah disediakan, berayun-ayun seperti puteri raja sedang bermain-main di taman istana.
Rupanya mak inang sudah kemasukan mambang tuan puteri, lalu iapun turun daru ayunan itu dan duduk dilantai, sambil meminta sehelai kain putih. Dengan berselubungkan kain putih iapun menari-nari kembali dengan lincahnya. Tari ini disebut tari " Mambang" Begitu tari Gubang selesai , mak inang duduk kembali, sekujur tubuhnya menggeletar dan berbicara dengan suara serak, iapun mulai berbicara dalam kesurupan tuan puteri raja Margolang. Puteri itu mengatakan jikalau semuanya rindu kepadanya datanglah ketepi sungai di Ulak Putar pada malam bulan purnama, mereka akan dapat melihat tuan puteri keluar dari dasar sungai dan timbul dipermukaan sungai Asahan. Kemudian diambilnya mangkuk putih yang berisi air, dan limau perut di potong-potong ke dalam mangkuk putih, sambil membacakan jampi-jampi seperti syairnya seperti ini :

Batang puan batang cendana
batang dengan kayu daeknya
datang tuan datanglah nyawa
datang dengan budi baiknya

hendak diruang tidak teruang
sudah menjadi sibuluh gading
hendak dibuang tidak terbuang
sudah menjadi sidarah daging

Selesai membacakan jampi itu, katanya air dimangkuk itu agar disapukan kesekujur tubuh mak inang yang sakit. Begitu habis puteri itu berbicara, iapun terguling menelentang di lantai. Kelihatannya mak inang sangat letih, lalu pingsan tak sadarkan diri.
Si Buritan mengambil air yang dimangkuk putih itu, lalu menyapukannya ke sekujur tubuh mak inang. Secara tak disangka-sangka, mak inang sadar kembali dan kelihatannya sudah sembuh kembali seperti sedia kala. Beliau sangat heran dan tercengang-cengang melihat kesekeliling ruangan, kemudian menanyakan tentang apa yang telah berlaku atas dirinya. Seluruh kejadian itu diceritakan oleh si Buritan, sehingga mak inang dapat sembuh. Bukan main besarnya hati mak inang atas penjelasan itu. Rupanya apa yang dipesankan oleh sang puteri raja itu memang benar-benar terlaksana. Ia berjanji akan tetap memuja mambang tuan puteri sampai akhir hayatnya.
Menjelang bulan purnama mereka semua berkumpul di Ulak Putar untuk menyaksikan apa yang pernah diceritakan oleh mambang sang puteri ketika menyusup ketubuh mak inang itu. Benarlah seperti apa yang dikatakan mambang itu, sekonyong-konyong dari permukaan sungai itu terlihatlah sesosok tubuh, dari keremangan cahaya bulan jelas terlihat tuan puteri raja sambil melambai-lambaikan tangannya. Semuanya terpukau melihat kejadian itu. Beberapa saat kemudian tuan puteri itu kembali menghilang ke dasar sungai. Begitulah setiap bulan purnama, mereka datang ke tepi sungai untuk menyaksikan kehadiran sang puteri. Akhirnya mak inang menjadi pawang dan dukun yang dapat mengobati berbagai macam penyakit, dan dibantu oleh ketiga nelayan itu. Perbuatan ini berlaku terus turun-temurun yang disebut "Upacara Syiar Mambang"

S E L E S A I

wassalam (editor manca cima) Kisaran 2010