Kamis, 17 Juni 2010

ASAL MULA LAGU DIDONG,SINANDONG,ALOBAN CONDONG,TARI GUBANG DAN PATAM-PATAM

Bagian I

Konon menurut yang empunya kisah, ada 3 (tiga) orang nelayan yang mencari nafkah hidupnya menangkap ikan kelaut. Mereka bertiga berangkat kelaut dengan sebuah sampan berwarna hitam dan memakai layar putih yang terbuat dari kain belacu...mengadu nasib dengan pertarungan sengit, dibuai ombak dan hempasan badai.Mereka duduk di dalam sampan; seorang duduk diburitan (diberi nama Siburitan),seorang duduk ditengah diberi nama ( Si Timba ruang ) dan seorang lagi dimuka diberi nama (Si Haluan ).
Perahu mereka terombang-ambing oleh angin kencang yang tiada mengenal belas-kasihan terhadap sang nelayan yang hampir kehabisan bekal.
Dari kejauhan terdengar suara berisik, dahan kayu yang bergerak dipukul angin dan suara air yang tak henti-hentinya berdebur di timba ruang perahu.Dengan rasa kecut mereka berpikir tidak akan sampai lagi ke laut. Kalaulah di teruskan mereka akan mati kelaparan.
Dalam rasa gundah-gulana mencekam diri mereka , si Haluan duduk memegang bangsi (seruling yang dibuat dari bambu). Ia mulai meniup bangsinya menirukan suara angin dan suara gesekan kayu dari kejauhan. (Kata"bagese" berubah menjadi bangsi).Sedangkan si Timba ruang terus saja menimba air yang hampir memenuhi sampan itu. Seorang lagi yang duduk di haluan mulai putus asa karena kemudi sampan itu hampir-hampir tidak dapat lagi dikendalikannya. Tiba-tiba angin kencang mulai itu mulai reda dan berhenti berhembus. Mereka terkatung-katung dibuai oleh ombak yang seakli-sekali mengangkat sampan itu setinggi-tingginya dan menghempas kembali dengan tiada ampunnya. Si Buritan memekik sekuat-kuatnya memanggil dan memuja angin meminta pertolongan, lagu ini akhirnya dinamai lagu "Didong"
Syair lagu itu seperti demikian :

oooooooooooooouuuuuuuuuuuuuuuuuuuuu...............
Batolurlah kau sinangin
Batolur sepanjang pante
Barombus lah kau angin
Supaya lokas kami sampe

Lagu "Didong" adalah lagu memanggil angin. Sekonyong-konyong angin mulai berhembus lemah, dan mereka mulailah mengembangkan layarnya untuk kembali kedarat. Pulanglah mereka kembali dengan bekal yang hampir habis.
Dalam perjalanan pulang si Buritan pun meng-andungkan akan nasib peruntungan yang menimpa diri mereka bertiga. Sedangkan si Haluan seolah-olah tidak memperdulikan lagi tentang nasib mereka itu, dan ia telah dihanyutkan oleh tiupan bangsinya, yang mengalun-alun mengimbangi andungan si Buritan. Si Timba ruang terus saja melaksanakan tugasnya menimba air yang masuk kedalam sampan, karena pakal (tali peyumbat) sampannya ada yang tangal, yang menyebabkan air masuk kedalam sampan. Sangkin kersanya ia menimba air itu, tak uabhnya seperti bunyi pukulan gendang. Tingkah perbuatan mereka itu merupakan suara musik yang sangat merdu di dengar dan sangat memilukan hati bagi yang mendengarnya. Kekuatan daya tarik yang membuat lagu ini sangat terkesan dihati disebut "Pitunang", yakni orang dapat terpukau dan tak sadarkan diri jika mendengarkan lagu ini. Andungan ini terdengar sampai jauh sekali dibawa oleh angin

SINANDONG

SEKAPUR SIRIH

Tanjung Balai kota bertuah
Tepak Sirih pembuka kata
Kita mulai dengan Bismillah
Mari ikuti wahai pembaca

Kotamadya si kota kerang
Pulai Simardan anak durhaka
Sudah lama belum terkarang
Cerita lama punya legenda

Pantai burung, Beting Simelur
Pantai Elang bentengnya pecah
Lagu Didong menurut tutur
Memanggil angin nelayan susah

Desa si Jambi banyak kelapa
Jalan utama memasuki kota
Sinandong lagu tradisionil kita
Perlu dibina sepanjang masa

Teluk Nibung pelabuhan kota
Kapal merapat dekat dermaga
Aloban Condong kesenian kita
Bakal mendapat pujian bangsa

Desa Kapias Pulau Buaya
Titi gantung titinya dua
Patam-patam nama tarinya
Tari lama anak remaja

Selat Lancang airnya dalam
Tempat orang menghanyutkan lancang
Tari Gubang masa yang silam
Sebagai syarat menyiarkan mambang

Sungai Raja kebun kelapa
Tanahnya subur tempat bertani
Kesenian tradisionil perlu dibina
Untuk menghibur sedihnya hati

Pematang Kapias Batu Delapan
Desa Baru masuk perluasan
Legenda lama kami kisahkan
Agar pembaca mendapat kesan


oleh : A.RAHIM MAHA , BA ( Alm )

kususun kembali karya (Alm) sebagai tanda mengenang beliau yang mau memperhatikan budaya melayu (pesisir , Asahan, Tj.Balai, Batubara dan Labuhan Batu)